BREAKING

Kamis, 26 April 2018

Surat AMAN Ke Mensesneg Terkait RUU Masyarakat Adat

Jakarta, 13 April 2018 - RUU tentang Masyarakat Adat telah menjadi prolegnas prioritas DPR RI tahun 2017 dan setelah melalui serangkaian proses pembahasan di internal DPR RI, pada tanggal 12 Februari 2018 Ketua DPR telah menyampaikan surat nomor: LG/03105/DPR RI/2018 kepada Presiden Republik Indonesia sebagai RUU inisiatif DPR RI untuk dibahas bersama Pemerintah.

Pada tanggal 9 Maret 2018, Presiden telah mengeluarkan Surat Perintah Presiden (SUPRES) melalui Kementerian Sekretariat Negara Nomor B-186/M.Sesneg/D-1/HK.00.03/03/2018  tentang Pembentukan TIM Pemerintah yang akan membahas rancangan Undang-undang tentang Masyarakat Hukum Adat bersama DPR RI. Ada pun keanggotaan Tim Pemerintah dikoordinir oleh Menteri dalam Negeri dan anggotanya masing-masing terdiri dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Desa/Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Menteri Hukum dan HAM.

Sebelum masuk pada substansi tanggapan AMAN atas DIM RUU MHA dimaksud, perlu kami sampaikan bahwa pembentukan Undang-undang tentang Masyarakat Adat merupakan salah satu dari dari 6 (Enam) komitmen politik Presiden Joko Widodo dan wakil Presiden Jusuf Kalla dalam  NAWACITA terkait Masyarakat Adat.

Ada pun 6 (enam) point NAWACITA Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sebagai berikut:

1. Meninjau ulang dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan terkait dengan pengakuan, penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak-hak masyarakat adat. Khusus, berkaitan hak-hak atas sumber-sumber agraria, sebagaimana telah diamanatkan oleh TAP MPR RI No. IX/ MPR/2001 tentang  Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana yang telah ditetapkan MK 35/2012.
2. Melanjutkan proses legislasi RUU Pengakuan dan Perlindungan  Hak-hak Masyarakat Adat yang     kini sudah berada pada  pembahasan tahap-tahap akhir berlanjut hingga ditetapkan  sebagai Undang-undang, dengan memasukkan perubahan-perubahan isi sebagaimana yang diusulkan oleh DPR,  AMAN, dan berbagai komponen masyarakat sipil lain.
3. Memastikan proses-proses legislasi terkait pengelolaan tanah dan  sumber daya alam pada umumnya, seperti RUU Pertanahan, dan  lain-lain, berjalan sesuai norma-norma pengakuan hak-hak  masyarakat adat sebagaimana yang diamanatkan dalam MK  35/2012.
4. Mendorong suatu inisiatif berupa penyusunan (rancangan)  Undang-undang terkait dengan penyelesaian konflik-konflik  agraria yang muncul sebagai akibat dari pengingkaran berbagai  peraturan perundang-undangan sektoral atas hak-hak masyarakat  adat selama ini.
5. Membentuk Komisi Independen yang diberi mandat khusus  Presiden untuk bekerja secara intens untuk mempersiapkan  berbagai kebijakan dan kelembagaan yang akan mengurus hal-hal  yang berkaitan dengan urusan pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemajuan hak-hak masyarakat adat ke depan.
6. Memastikan penerapan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa berjalan,  khususnya dalam hal mempersiapkan pemerintah provinsi dan  pemerintah kabupaten/kota dalam mengoperasionalisasi  pengakuan hak-hak masyarakat adat untuk dapat ditetapkan  menjadi desa.

Menindak lanjuti surat Menteri Sekretaris negara, maka pada tanggal 11 April 2018, Menteri Dalam Negeri selaku koordinator TIM Pemerintah telah menyusun DIM RUU dimaksud dan telah mengeluarkan pendapat resmi atas RUU tentang Masyarakat Adat.
Melalui surat ini, perkenankan kami menyampaikan tanggapan atas pendapat/pandangan Menteri Dalam Negeri sebagai berikut:

1. Point 5: Bahwa Rancangan Undang-undang ini akan membuka/menghidupkan kepercayaan yang belum diatur dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia

Tanggapan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)

Bahwa terkait pengakuan agama dan kepercayaan, Putusan MK nomor 97/PUU-XIV/2016, menegaskan bahwa negara wajib mengakui aliran kepercayaan termasuk didalamnya agama leluhur sebagai hak konstitusional warga negaraDalam rapat terbatas pada tanggal 4 April 2018, Presiden telah memerintahkan Menteri dalam negeri untuk segera menyiapkan perangkat tehnis pengaturan administrasi dalam bentuk peraturan Menteri. Rancangan Undang-undang tentang Masyarakat Adat, harus dimaknai sebagai peletak dasar pengakuan atas penganut aliran kepercayaan dan agama leluhur.

2. Point 6 & 7:  RUU MHA telah diatur dalam peraturan perundangan dan belum merupakan kebutuhan konkrit yang dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan baru

Tanggapan AMAN:
Terkait dengan kekhawatiran akan timbulnya masalah baru apabila RUU tentang Masyarakat Adat ditetapkan menjadi Undang-undang, kehadiran Undang-undang tentang Masyarakat Adat justru menjadi instrument hukum dalam pelaksaan Putusan MK tanpa menimbulkan masalah baru, mensinkronisasi peraturan perundang-undangan yang sectoral, tumpang tindih dan saling bertentangan serta memberikan kepastian hukum atas keberadaan Masyarakat Adat beserta hak-hak tradisionalnya. Hal ini sejalan dengan NAWACITA point 1, 2, 3, 4 dan 6.

3. Point 8: RUU MHA akan memberikan beban yang sangat berat bagi APBN dengan adanya konsepsi Pembebanan Kompensasi terhadap Hak Ulayat bagi Masyarakat Adat.

Tanggapan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN):

Jika mengunakan Rancangan UU yang ada saat ini, maka AMAN dapat memahami alasan-alasan tersebut. AMAN memang menginginkan UU Masyarakat Adat MUDAH bagi Masyarakat Adat, MURAH bagi Pemerintah dan hasil yang LEGITIMATE.
Untuk itu kami telah menyiapkan DIM yang memastikan bahwa UU Masyarakat Adat sesuai dengan keinginan diatas dengan berpatokan pada 6 komintmen NAWACITA Jokow-JK.

About ""

AMAN Wil. Tana Luwu bertujuan untuk mempertahankan, mengembangkan dan memperjuangkan otonomi asli dengan nilai-nilai luhur dan penegakan hak-hak masyarakat adat di Tana Luwu yang harus diakui dan dihormati oleh masyarakat luas dan negara..
Comments
0 Comments

Posting Komentar

 
Copyright © 2013 AMAN TANA LUWU
Design by FBTemplates | BTT